Apa dasar hukum dibolehkan seseorang mengqashar sholat ?
Jawaban ;
Dasar-dasar hukum seseorang boleh mengqashar sholat adalah sebagai berikut :
1- Firman Allah swt :
وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَقْصُرُواْ مِنَ الصَّلاَةِ إِنْ خِفْتُمْ أَن يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُواْ إِنَّ الْكَافِرِينَ كَانُواْ لَكُمْ عَدُوًّا مُّبِينًا
“ Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, Maka tidaklah mengapa kamu men-qashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.” ( Qs An Nisa : 101 )
2- Hadist Abdullah bin Umar r.a bahwasanya ia berkata :
صحبت رسول الله - صلى الله عليه وسلم - فكان لا يزيد فى السفر على ركعتين ، وأبا بكر وعمر وعثمان كذلك - رضى الله عنهم .
“ Aku pernah menemani Rosulullah saw dalam perjalanannya dan beliau tidak pernah mengerjakan sholat lebih dari dua reka’at. Demikian juga yang dilakukan oleh Abu Bakar, Umar dan Ustman r.a . “ ( HR Bukhari dan Muslim )
3- Hadist Aisyah r.a bahwasanya ia berkata :
الصلاة أول ما فرضت ركعتين فأقرت صلاة السفر ، وأتمت صلاة الحضر .
“ Ketika sholat pertama kali diwajibkan adalah dua reka’at, lalu dua reka’aat tersebut ditetapkan sebagai sholat safar, dan disempurnakan ( menjadi empat reka’at ) untuk sholat orang yang sedang muqim . “ ( HR Bukhari dan Muslim )
4- Hadist Ibnu Abbas r.a bahwasanya ia berkata :
إن الله فرض الصلاة على لسان نبيكم -صلى الله عليه وسلم- على المسافر ركعتين وعلى المقيم أربعا وفى الخوف ركعة
“ Allah swt telah mewajibkan sholat melalui lisan Nabi kalian ketika bermuqim empat reka’at, dan ketika dalam perjalanan dua reka’at, dan ketika dalam peperangan satu reka’at. “ ( HR Muslim )
Jarak berapa kilo, seseorang dibolehkan untuk mengqashar sholat ?
Jawaban :
Para ulama berbeda pendapat di dalam menentukan batas jarak perjalanan yang dibolehkan bagi seseorang untuk meng-qashar sholat. Sebagian dari mereka menyatakan bahwa jaraknya adalah jarak perjalanan tiga hari, sebagian yang lain mengatakan dua hari perjalanan, sebagian yang lain mengatakan satu hari satu malam. Tetapi pendapat yang insya Allah mendekati kebenaran adalah bahwa dalam masalah ini tidak ada batasan jarak tertentu, yang penting seseorang melakukan suatu perjalanan yang membutuhkan perbekalan, maka dibolehkan baginya untuk meng-qashar sholat.
Namun untuk kehati-hatian, tidaklah mengapa seseorang menggunakan batasan jarak yang dinyatakan oleh mayoritas ulama, yaitu batas jarak 85 km.
Ketika seseorang diserang migrain yang perlu makan obat dan tidur sedangkan waktu shalat sudah tiba, manakah yang patut dilakukan? Menangguhkan shalat dan qadha’ ketika bangun waktu malam atau memaksakan diri untuk shalat?
Jawaban :
Hal ini tergantung pada keadaannya, jika waktu sholat tiba, ia masih mampu melaksanakan sholat dengan baik, maka hendaknya dia segera melakukan sholat. Namun ketika datang waktu sholat, dia dalam keadaan lemas dan kurang mampu untuk mengerjakan sholat dengan baik, maka sebaiknya istirahat dulu. Dalilnya adalah sabda Rasulullah saw :
لا صلاة بحضرة الطعام ولا وهو يدافعه الأخبثان
”Tidak boleh shalat ketika dihidangkan makanan dan tidak juga dalam keadaan menahan berak dan kencing” (HR. Muslim)
Hadist di atas menunjukkan untuk menghilangkan dahulu apa-apa yang akan mengganggu kekhusukan sholat, termasuk di dalamnya capai dan lemas, maka dianjurkan untuk istirahat dulu, karena akan mengurangi kekhusukan.
Hal ini dikuatkan dengan hadist Aisyah ra, bahwasanya ia berkata :
عن عائشة أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : إذا نعس أحدكم وهو يصلي فليرقدن حتى يذهب عنه النوم فإن أحدكم إذا صلى وهو ناعس لا يدري لعله يستغفر فيسب نفسه
“ Bahwasanya Rasulullah bersabda,”Jika salah seorang dari kalian sedang mengantuk dalam keadaan hendak shalat maka hendaknya tidur dulu hingga hilang rasa kantuk, karena jika seorang dari kalian shalat dalam keadaan mengantuk, maka dia tidak sadar barangkali dia hendak beristigfar ternyata mencaci dirinya sendiri” ( HR Bukhari dan Muslim )
Ketika keadaan sudah membaik, maka hendaknya segera mengerjakan sholat, dan tidak boleh diundur-undur hingga waktu sholat terlewati. Ketika ia mengerjakan sholat pada waktunya, walaupun di akhir waktu, tidaklah disebut mengqadha' sholat. Karena yang disebut meng-qadha' sholat adalah apabila waktu sholat sudah habis dan terlewati, kemudian dia mengerjakan sholat tersebut di luar waktunya.
Setiap hari senin sampai jum'at saya naik bus umum dengan jarak tempuh +/- 90 km. Biasanya saya naik setelah Ashar & sampai di tempat setelah Isya. Bagaimana dengan sholat magrib saya, dijamak atau sholat diatas bus ?
Jawaban :
Jarak tempuh 90 km adalah jarak yang dibolehkan seseorang untuk menjama' dan meng-qashar sholat, oleh karenanya sebaiknya sholat maghribnya dijamak dengan sholat Isya'. Karena Rosulullah saw ketika dalam perjalanan tidak pernah melakukan sholat wajib di atas kendaraan, sebagaimana yang terdapat dalam hadist Jabir bin Abdullah ra, bahwasanya ia berkata :
كان رسول الله صلّي الله عليه وسلّم يصلي علي راحلته حيث توجهت فإذا أراد الفريضة نزل فاستقبل القبلة
Rasulullah sallallaahu 'alaihi wasallam pernah mengerjakan sholat diatas kendaraannya dengan menghadap kearah yang dituju. Dan jika hendak menunaikan shalat wajib, beliau turun dan menghadap kearah kiblat. (HR. Bukhori)
Menjamak shalat Zuhur dengan Ashar ketika kegiatan outbond, apakah boleh dilakukan?
Jawaban :
Kegiatan Outbond bukanlah salah satu hal yang membolehkan seseorang menjama' sholat, kecuali kalau kegiatan tersebut diadakan di luar kota atau di tempat jauh yang untuk menempuhnya memerlukan safar dan bekal. Akan tetapi jika kegiatan Outbond itu dilakukan di dekat tempat tinggalnya, maka dia harus melakukan setiap sholat pada waktunya.
Hampir setiap jumat saya pulang kampung setelah sholat jumat di kantor. Yang jadi pertanyaan ialah bolehkah sholat ashar saya jamak setelah sholat jumat karena pasti tidak keburu untuk dikerjakan di rumah. Kalau bisa, bagaimana caranya?
Jawaban :
Seseorang dibolehkan menjamak sholat Jum'at dengan 'Ashar jika memang dia dalam perjalanan, dengan syarat bahwa sholat Jum'atnya dikerjakan setelah waktu Dhuhur masuk. Adapun caranya adalah setelah selesai sholat Jum'at bersama imam, maka dia berdiri mengumandangkan iqamah dan dilanjutkan dengan sholat 'Ashar dua reka'at.
Istri saya seorang Bidan Desa dan ditempatkan di daerah yang jauh dari tempat saya bertugas. Kami memutuskan untuk tinggal sementar (kurang lebih 3 tahun) di desa tersebut. Apakah saya masih di kategorikan musafir yang boleh menjamak shalat karena saya tidak berencana untuk menetap selamanya di desa tersebut? Adakah batasan seseorang masih dianggap musafir dan boleh menjamak shalat?
Jawaban :
Seseorang jika berniat untuk tinggal di suatu tempat selama 3 tahun, dan membawa semua keperluan hidup di tempat tersebut, maka dikatakan bahwa dia bermukim, sehingga dia tidak boleh menjama' sholat.
Niat dalam hal ini tidak bisa dijadikan ukuran, bisa saja orang tidak berniat tinggal di suatu tempat selama-lamanya,tetapi dalam prakteknya dia tinggal di tempat tersebut sampai puluhan tahun lamanya.
Jadi yang menjadi ukuran mukim dan musafir adalah penilaian masyarakat setempat, ditambah dengan adanya indikasi-indikasi lainnya seperti kalau dia mendatangkan barang-barang untuk keperluan sehari-hari secara permanent, seperti tempat tidur, lemari, mesin cuci, ember dan seterusnya. Karena kebiasaan orang musafir adalah tidak mau repot-repot dengan barang-barang tersebut, karena dia hanya tinggal sementara.
Bagaimana hukum terus menerus menjamak sholat lima waktu karena lingkungan kerja tidak memungkinkan untuk melaksanakan sholat pada waktunya?
Jawaban :
Hendaknya dia berusaha sekuat mungkin untuk mencari pekerjaan yang memungkinkan baginya untuk bisa melakukan sholat wajib pada waktunya. Suatu pekerjaan yang menghalangi seseorang secara terus menerus untuk melakukan sholat pada waktunya adalah pekerjaan yang tidak membawa berkah dan tidak diridhoi oleh Allah swt.
Jadi menjamak sholat sifatnya hanya sementara saja dan dia hanya rukhsah ( keringanan ), sehingga tidak boleh dilakukan secara terus- menerus. Jika hal itu karena kondisi tertentu, maka dia dituntut untuk berusaha sekuat mungkin untuk merubah kondisi darurat tersebut menjadi kondisi yang normal lagi.
Saya berniat menjamak shalat Duhur dan Ashar. Ketika sampai ditujuan, saya mendapati jamaah shalat Ashar. Apakah saya harus shalat duhur dulu ataukah saya ikut makmum shalat Ashar kemudian baru shalat shalat Duhur?
Jawaban :
Anda mempunyai beberapa pilihan diantaranya :
Pertama : Mengikuti imam dengan niat sholat Dhuhur, setelah salam, maka dilanjutkan dengan mengerjakan sholat 'Ashar.
Kedua : Mengikuti Imam dengan niat sholat 'Ashar, setelah salam, dilanjutkan dengan mengerjakan sholat Dhuhur.
Ketiga : Mengikuti Imam dengan niat sholat sunnah, setelah salam, dilanjutkan dengan sholat Dhuhur dan 'Ashar dengan dijamak.
Saya pernah mendengar bahwa Rasulullah pernah menjamak shalat karena hujan. Hujan yang bagaimanakah yang membuat kita boleh menjamak shalat?
Jawaban :
Hujan yang membolehkan seseorang menjamak antara dua sholat adalah hujan lebat atau hujan yang disertai angin dan petir, atau hujan yang mengakibatkan jalanan jadi becek dan sulit untuk dilalui,atau hujan yang bisa membasahi pakaian.
Adapun hujan gerimis atau hujan rintik-rintik yang tidak membasahai pakaian dan tidak menyusahkan orang pergi ke masjid, maka tidak boleh menjamak dua sholat karenanya.
Haruskah kita mengqashar shalat ketika dalam perjalanan? Bolehkah kita hanya menjamak saja?
Jawaban :
Mengqashar dan menjama' sholat adalah keringanan yang diberikan Allah kepada hamba-Nya, keringanan tersebut bagaikan sebuah hadiah. Dan hamba Allah yang baik adalah yang jika diberi hadiah, dia akan menerimanya. Ini sesuai dengan hadist :
عن ابن عمر قال قال رسول الله -صلى الله عليه وسلم- إن الله يحب أن تؤتى رخصه كما يكره أن تؤتىعصيته
“Dari Ibnu Umar berkata : “Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya Allah suka jika keringanan yang Dia berikan dimanfaatkan sebagaimana Dia tidak suka kemaksiatan kepada-Nya dilakukan” (Hadist Hasan Riwayat Ahmad dan Ibnu khuzaimah )
Oleh karena itu, sebaiknya ketika kita dalam perjalanan adalah menjamak dan mengqashar sholat sekaligus. Walaupun boleh saja bagi seseorang untuk menjama' saja tanpa mengqasharnya, atau mengqashar sholat tanpa menjama'nya, tapi kedua-duanya tidak afdhal.
Bolehkah menjamak shalat sebelum bepergian? Misalnya saya akan pergi setelah Maghrib, bolehkah shalat Maghrib langsung dijamak dengan Isya?
Jawaban :
Seseorang yang hendak bepergian tidak dibolehkan untuk menjamak antara dua sholat sampai dia meninggalkan tempat tinggalnya. Bahkan sebagian ulama menyatakan dia tidak boleh menjamak sholat sehingga dia telah meninggalkan kampung halamannya, dan salah satu batasnya adalah sudah tidak terlihat lagi akhir bangunan dikampungnya. Dalilnya adalah hadist Anas ra :
عن أنس - رضى الله عنه - قال صليت الظهر مع النبى - صلى الله عليه وسلم - بالمدينة أربعا ، وبذى الحليفة ركعتين
“Dari Anas ra berkata : “Aku pernah menunaikan shalat dzuhur empat rakaat bersama Nabi saw di Madinah dan dua rakaat di Dzulhulifah” (HR. Bukhari dan Muslim )
Hadist di atas menunjukkan bahwa Rasulullah saw tidak mengqashar sholat ketika masih di Madinah, padahal beliau sudah berniat melakukan perjalanan ke Mekkah. Setelah beliau meninggalkan kota Madinah dan sampai di Dzulhalifah, beliau baru mengqashar sholat.
Haruskah shalat jamak mathor (menjamak shalat karena hujan) dilakukan di masjid jami, bolehkah di tempat seperti basecamp atau di rumah bersama keluarga?
Jawaban :
Menjamak sholat karena hujan hanyalah diterapkan pada sholat jama'ah di masjid atau di tempat-tempat yang biasa dipakai untuk sholat jama'ah. Hal itu dimaksudkan agar para jama'ah tidak perlu repot-repot pulang dan balik lagi ke masjid untuk menghadiri sholat jam'ah berikutnya dalam keadaan hujan lebat, yang kadang diiringi dengan petir atau banyaknya lumpur di jalanan.
Dan ini tidak dialami oleh seseorang yang berada di rumah bersama keluarganya. Oleh karena itu, menjamak sholat karena hujan di dalam rumah bersama keluarga hukumnya tidak boleh, karena alasan dibolehkannya menjamak dua sholat di masjid karena hujan tidak terdapat di dalam rumah.
Ada hadits yang menjelaskan bahwa Nabi pernah menjamak shalat tanpa sebab, bagaimana praktiknya sekarang?
Jawaban :
Hadist yang dimaksud adalah hadist Ibnu Abbas ra, :
عن ابن عباس قال جمع رسول الله -صلى الله عليه وسلم- بين الظهر والعصر والمغرب والعشاء بالمدينة فى غير خوف ولا مطر. فى حديث وكيع قال قلت لابن عباس لم فعل ذلك قال كى لا يحرج أمته
Dari Ibnu Abbas ra, dia berkata : “Rasulullah menjamak shalat Zhuhur dan 'Ashar serta shalat Maghrib dan 'Isya' di Madinah tanpa adanya rasa takut dan tidak juga hujan” dan dalam hadis Waki’ berkata : “Saya bertanya Ibnu Abbas, kenapa beliau demikian itu?” Dia menjawab : “Agar umatnya tidak merasa berat” (HR. Muslim)
Para ulama masih berbeda pendapat tentang maksud dari hadist di atas, tetapi yang jelas, kita tidak dianjurkan untuk menjamak sholat tanpa ada sebab, kecuali dalam masalah yang benar-benar darurat, seperti ketika melakukan operasi, jika ditinggal untuk sholat akan menyebabkan kematian pasien. Begitu juga sebagian ulama membolehkan bagi yang menderita sakit berat untuk menjamak sholat.
Ketika hujan turun pada saat shalat berjamaah di masjid, manakah yang lebih baik antara menjamak shalat dan tidak?
Jawaban :
Ketika turun hujan pada sholat berjama'ah di masjid, jika hujannya deras, maka sebaiknya imam menjama’ sholat. Hal ini berdasarkan beberapa atsar sahabat diantaranya adalah sebagai berikut :
1/ Dari Nafi', " Abdullah bin 'Umar ra, jika para umara' menjamak shalat Maghrib dan 'Isya' karena alasan hujan, dia pun ikut menjamak bersama mereka” (Hadist Shahih Riwayat Baihaqi )
2/ Dari Hisyam bin Urwah: "Ayahnya, Urwah, Sa'id bin Musyyab, dan Abu Bakar bin 'Abdurrahman bin al-harits bin Hisyam bin Mughairah al-Makhzumi, mereka semua pernah manjamak shalat Maghrib dan 'Isya' pada suatu malam yang diguyur hujan. Mereka menjamak kedua shalat dan tidak ada yag mengingkari hal tersebut." (Hadist Shahih Riwayat Baihaqi )
3/ Dari Musa bin 'Uqbah : 'Umar bin 'Abdul 'Aziz pernah manjamak shalat Maghrib dan 'Isya' jika turun hujan. Bahwasannya Sa'id bin Musayyab, Urwah bib Zubair, Abu Bakar bin Abdurrahman, dan para syaikh pada zaman itu pernah mengerjakan sholat bersama mereka dan tidak ada yang mengingkari hal tersebut." (Hadist Shahih Riwayat Baihaqi )
Akan tetapi jika hujannya hanya rintik-rintik dan tidak membasahi baju, dan jalan tidak becek, maka sebaiknya tidak dijama’.
Saya pulang dari perjalanan pada saat jamaah sedang shalat Isya padahal saya belum shalat Magrib, bolehkah saya shalat Isya bersama imam kemudian shalat tiga rakaat Magrib? Atau bagaimanakah solusinya karena jumlah rakaat keduanya berbeda.
Jawaban :
Anda mempunyai mempunyai beberapa pilihan :
Pertama : Anda mengerjakan sholat bersama imam dengan niat mengerjakan sholat sunnah, kemudian setelah sholat selesai, barulah dia mengerjakan sholat maghrib dan Isya' dengan dijamak.
Kedua : Anda ikut bersama imam dengan niat sholat Isya’, setelah selesai, barulah anda mengerjakan sholat maghrib.
Ketiga : Anda mengerjakan sholat bersama imam dengan niat sholat maghrib, ketika imam berdiri pada reka’at keempat, maka anda tidak boleh ikut berdiri, tetapi tetap duduk untuk bertasyahud sambil menunggu imam bertasyahud, kemudian mengucapkan salam setelah imam mengucapkan salam. Setelah itu anda bangkit dan mengumandangkan iqamat untuk melakukan sholat Isya'.
Saya seorang ibu yang memiliki anak bayi. Bolehkah berhenti shalat ketika bayi saya menangis dan meneruskan shalat sambil menggendong bayi saya? Kalau tidak boleh bagaimana seharusnya? Beri saya solusi.
Jawaban :
Dalam hal ini, anda harus melihat keadaan tangisan bayi, jika hanya biasa saja dan bahkan kadang berhenti serta tidak berbahaya, maka anda tidak boleh membatalkan sholat, hanya saja anda memperingan sholat, supaya bisa segera mengurusi bayi. Dalilnya adalah firman Allah swt :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلَا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ
“ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu” ( Qs Muhammad : 33 )
Tetapi jika tangisan bayi kencang dan nampaknya tidak bisa berhenti, mungkin karena haus atau sebab-sebab lain yang berbahaya, maka anda bisa menggendong bayi tersebut sambil sholat, maka hal itu lebih baik bagi anda. Akan tetapi jika bayi tersebut tetap saja menangis dan membutuhkan penanganan khusus, maka dibolehkan bagi anda untuk membatalkan sholat demi kemaslahatan dan keselamatan bayi tersebut.